Rabu, 18 Januari 2012

Kisah Masa Kecilku


KEMAH DI SAWAH 

Jutaan tanaman padi yang berbaris rapih lemah gemulai diterpa semilir angin, air mengalir terapit diantara dua gundukan tanah, menimbulkan suara gemercik bagai lantunan musik nan klasik. Nyanyian burung pemakan padi tak pernah lelahnya menghiasi indahnya Desa Pondok Jaya Kecamatan Cipayung Kota Depok.
Konon, Aku adalah anak yang sangat dimanja oleh kedua orang tuaku, semua keinginanku selalu di turuti. Ujar Eti Sunarti (29) Ibu kandungku. Puluhan mainan berbagi ukuran terbungkus rapi dalam karung beras. Mereka membelikan itu semua agar aku tidak suka main keluar rumah. Namanya juga anak-anak saat dilarang main, bisanya nangis.
Siang itu, Sabtu, 27 July 2000, tepat sepulang dari sekolah seperti biasa, pulang kerumah untuk menanggalkan sepatu sekolah, masih menggunakan baju berwarna putih dan celana pendek merah,  lalu ku pergi bermain bersama teman-teman tetangga rumah di Jl. KH. Ridi RT 01 RW 02 Pondok Jaya. “kalo mau main jangan jauh-jauh dari rumah ya le!” teriak Ibuku sambil masak didapur untuk makan sore.
Tak lama Ibu mengimbau, aku langsung lari keluar rumah dan bertemu teman bermain. Salah seorang temanku, membawa pisau dan seorang lainnya membawa tali rapia. Aku tak  tahu apa yang ingin mereka perbuat, ternyata kedua temanku berencana membuat kemah diantara sawah milik petani, akhirnya kami bertiga mencari lokasi untuk mendirikan tenda, tenda beralaskan jerami dan beratapkan daun pisang berhasil kami dirikan.
Aku pulang sejenak untuk mandi dan memberi makan cacing diperut yang sudah mulai berteriak, kemudian kembali ke tenda untuk melanjutkan petualangan bersama teman-teman. Matahari mulai tergelincir, seorang petani menghampiri dan berkata “eh bocah, pada ngapain luh?...Ngerusak doang bisanya! Kalo mau kemping ntar kalo udah pada gede, naek gunung yang paling tinggi juga kaga ada yang ngomelin”, “maaf pak”, jawab kami serentak. Aku dan teman-teman langsung bergegas pulang.
Hal itu selalu terngiang di pikiranku, apalagi saat aku melakukan pendakian gunung untuk kali pertama ke gunung Gede Pangrango Jawa Barat, beberapa pendakianku selanjutnya pun masih teringat masa awal mula aku kenal dunia outdoor. Dunia yang masih aku geluti sampai sekarang. Naas, tempat aku bermain dulu, kini menjadi sebuah bangunan megah, dengan kaca-kaca besar sebagai muka. Tak lagi kutemukan suara gesekan padi, gemercik air, apalagi kicauan burung padi. Namun masa itu akan tetap abadi, menyatu bersama gunung-gunung yang sudah berhasil kutaklukkan.